Kamis, 31 Mei 2012

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN


A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Di sekitar kita terdapat berbagai jenis larutan baik larutan homogen maupun larutan heterogen. Larutan merupakan bentuk materi yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Bahan makanan yang kita makan diangkut oleh darah dalam bentuk larutan, tumbuh-tumbuhan menyerap makanan juga dalam bentuk larutan, dan beberapa contoh lainya.
Larutan merupakan sistem homogen yang terdiri atas dua atau lebih zat, terdiri dari pelarut dan zat terlarut. Jika suatu zat terlarut yang tidak mudah menguap kita larutkan dalam pelarut maka larutan yang terbentuk mempunyai sifat-sifat fisika yang berbeda dengan sifat fisika pelarut murninya.
Jika ditinjau dari daya hantar listriknya, maka terdapat dua macam larutan, yaitu larutan elektrolit dan non elektrolit. Partikel larutan nonelektrolit berupa molekul-molekul sedangkan larutan elektrolit berupa ion-ion.
Larutan terdiri atas solvent dan solut. Akan tetapi ada beberapa sifat larutan yang tergantung pada konsentrasi zat terlarut. Sifat inilah yang disebut dengan sifat koligatif. Pada larutan encer mengandung solut berupa persenyawaan kovalen yang tidak mudah menguap (nonvolatile) dan terdapat sifat-sifat koligatif yang meliputi penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan peristiwa osmosis.
2.      Tujuan Praktikum
Praktikum Sifat Koligatif Larutan ini bertujuan untuk menentukan perubahan titik didih larutan dan menentukan BM zat nonvolatile.
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Sifat Koligatif Larutan ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 25 November 2010 pada pukul 09.15 – 11.00 WIB di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.     Tinjauan Pustaka
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut tetapi tergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan (Anonim, 1998). Istilah koligatif diambil dari bahasa latin colligare (mengumpulkan). Artinya sifat-sifat ini ditentukan oleh kumpulan partikel zat terlarut. Penelitian terhadap sifat-sifat koligatif dipelopori oleh Francois Marie Raoult (1830-1901) dari Perancis pada tahun  1870-an. Sifat-sifat fisika larutan yang bergantung pada  pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak bergantung jenis zat terlarut disebut sifat koligatif larutan (Chang, 1998).
Penurunan tekanan uap menurut hukum Roult, tekanan uap salah satu cairan dalam ruang di atas larutan ideal bergantung pada fraksi mol cairan tersebut dalam larutan PA = XA . PAo. Dari hukum Roult ternyata tekanan uap pelarut murni lebih besar daripada tekanan uap pelarut dalam larutan. Jadi penurunan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut (Syukri, 1999).
Titik didih normal cairan murni atau larutan ialah suhu pada saat tekanan uap mencapai 1 atm. Karena zat terlarut menurunkan tekanan uap, maka suhu larutan harus dinaikkan agar ia mendidih. Artinya, titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murni. Gejala ini disebut sebagai peningkatan titik didih merupakan metode alternative untuk menaikkan massa molar (Oxtoby, 2001).
Sifat koligatif larutan dapat dibedakan menjadai dua macam, yaitu sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit. Hal itu disebabkan zat terlarut dalam larutan elektrolit bertambah jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion, sedangkan zat terlarut pada larutan nonelektrolit jumlahnya tetap karena tidak terurai menjadi ion-ion, sesuai dengan hal-hal tersebut maka sifat koligatif larutan nonelektrolit lebih rendah daripada sifat koligatif larutan elektrolit. Larutan merupakan suatu campuran yang homogen dan dapat berwujud padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum dijumpai adalah larutan cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut berwujud cairan yang sesuai hingga konsentrasi tertentu (Sastrohamidjojo, 2001).
Terdapat empat sifat yang berhubungan dengan larutan encer, atau kira-kira pada larutan yang lebih pekat, yang tergantung pada jumlah partikel terlarut yang ada. Keempat sifat tersebut adalah penurunan tekanan uap, peningkatan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik yang semuanya dinamakan sifat-sifat koligatif. Hal yang menyebabkan perbedaan sifat koligatif dari larutan adalah jumlah partikel yang dihasilkan zat terlarut (Petrucci, 1997).
Zat terlarut dalam air (pelarut murni) akan menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi dari titik didih air (pelarut). Terjadinya kenaikan titik didih disebabkan larutan membutuhkan temperatur tinggi agar tekanan uapnya kembali sama dengan tekanan uap pelarut murni. Jadi, kenaikan titik didih larutan sebanding dengan jumlah mol zat terlarut (Prautami, 1998).
C.    Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat
a.       Elenmeyer
b.      Penjepit
c.       Waterbath
d.      Termometer
e.       Pengaduk
f.       Timbangan
2.      Bahan
a.       Urea
b.      Aquades
3.      Cara Kerja
a.       Menimbang 5 gr urea dengan menggunakan timbangan.
b.      Ambil 2 elenmeyer.
c.       Elenmeyer pertama diisi air.
d.      Elenmeyer kedua isi dengan urea yang ditambah dengan 75 ml aquades dan aduk.
e.       Ukur suhu awal keduannya sebelum dipanaskan.
f.       Panaskan keduanya dan ukur perubahan suhu setiap 5 menit selama 30 menit.
g.      Tentukan titik didihnya dan BM ureanya.
D.    Hasil dan Analisis Pengamatan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Kenaikan Titik Didih Pelarut dan Titik Didih Larutan
       Waktu (menit
Titik didih larutan (OC)
Titik didih pelarut (OC)
0
27
30
5
62
60
10
66
70
15
69
74
20
68
77
25
66
76
30
65
78
Sumber  :  Laporan Sementara
2.      Analisis Pengamatan
∆Tb          = Tb Larutan – Tb Pelarut
                 = 65OC – 78OC
                 = -13OC
Kd = 0,513 grm/mlOC

E.     Pembahasan dan Kesimpulan
1.      Pembahasan
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut. Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri.
Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan udara di sekitarnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1 atmosfer. Pada umumnya titik didih larutan lebih besar dari pada titik didih pelarut, tapi pada praktikum ini titik didih larutan lebih kecil dari pada titik didih pelarut. Hal itu disebabkan karena tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer semakin tinggi maka titik didih larutan semakin tinggi begitu pula sebaliknya. Perbedaan titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni di sebut kenaikan titik didih yang dinyatakan dengan (ΔTb).
Zat volatile dimasukkan zat lain maka tekanan uap pelarut menjadi lebih kecil. Karena jika dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut yang tidak mudah menguap dan membentuk suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut saja yang menguap, sedangkan sebagian lainnya dihalangi oleh zat terlarut.
Pada praktikum ini terjadi perubahan suhu setelah larutan dan pelarut dipanaskan selama 30 menit. Suhu pada larutan adalah 65OC sedangkan  suhu pelarut yaitu 78OC hal ini terjadi tidak sesuai teori. Dalam teori Tb Larutan lebih besar dari Tb Pelarut tapi dalam praktikum ini yang terjadi Tb Larutan lebih kecil dari Tb Pelarut penyebabnya adalah tekanan atmosfer.
2.      Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
a.       Dalam waktu 30 menit titik didih larutan diamati tiap 5 manitnya dan hasilnya tidak selalu mengalami kenaikan.
b.      Dalam waktu 30 menit titik didih pelarut diamati tiap 5 manitnya dan hasilnya selalu mengalami kenaikan.
c.       Pada menit ke 30 titik didih larutan adalah 65OC.
d.      Pada menit ke 30 titik didih pelarut adalah 78OC.
e.       Dalam teori Tb larutan > Tb pelarut murni tapi dalam praktikum ini yang terjadi Tb larutan < Tb pelarut murni penyebabnya adalah tekanan atmosfer. Semakin tinggi tekanan atomsfer maka semakin tinggi juga titik didih suatu zat, begitupun sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998. www.chem.csustan.edu/chem/1102/rxent,htm. Diunduh tanggal 15 Desember 2010 pada pukul 18.00 WIB.
Chang, Raymond. 1998. Chemistry Fifth Edition. New York. McGraw-Hill.
Oxtoby, David. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta. Erlangga.
Petrucci, H. 1997. Kimia Dasar, Prinsip, dan Terapan Modern. Jakarta. Erlangga.
Prautami, S. 1998. Kimia. Surakarta. Media Utama.
Sastrohamidjojo, 2001. Ilmu Kimia analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.
Syukri, 1999. Kimia Untuk Universitas. Gramedia. Jakarta.

1 komentar:

  1. aku setiap kali belajar kimia selalu pusing, kenapa ya?

    BalasHapus