A.
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Di sekitar kita terdapat berbagai jenis larutan
baik larutan
homogen maupun larutan heterogen. Larutan merupakan bentuk materi yang sering
kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Bahan makanan yang kita makan diangkut
oleh darah dalam bentuk larutan, tumbuh-tumbuhan menyerap makanan juga dalam
bentuk larutan, dan beberapa contoh lainya.
Larutan merupakan sistem homogen yang terdiri atas
dua atau lebih zat, terdiri dari pelarut dan zat terlarut. Jika suatu zat
terlarut yang tidak mudah menguap kita larutkan dalam pelarut maka larutan yang
terbentuk mempunyai sifat-sifat fisika yang berbeda dengan sifat fisika pelarut
murninya.
Jika ditinjau dari daya hantar listriknya, maka
terdapat dua macam larutan, yaitu larutan elektrolit dan non elektrolit.
Partikel larutan nonelektrolit berupa molekul-molekul sedangkan larutan elektrolit berupa ion-ion.
Larutan terdiri atas solvent dan solut. Akan
tetapi ada beberapa sifat larutan yang tergantung pada konsentrasi zat terlarut.
Sifat inilah yang disebut dengan sifat koligatif. Pada larutan encer mengandung
solut berupa persenyawaan kovalen yang tidak mudah menguap (nonvolatile) dan
terdapat sifat-sifat koligatif yang meliputi penurunan tekanan uap, kenaikan
titik didih, penurunan titik beku dan peristiwa osmosis.
2. Tujuan Praktikum
Praktikum
Sifat Koligatif Larutan ini bertujuan untuk menentukan perubahan titik didih
larutan dan menentukan BM zat nonvolatile.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Sifat Koligatif
Larutan ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 25 November
2010 pada pukul 09.15 – 11.00 WIB di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.
Tinjauan Pustaka
Sifat koligatif larutan
adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut tetapi
tergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan (Anonim, 1998). Istilah koligatif diambil dari bahasa latin
colligare (mengumpulkan). Artinya sifat-sifat ini ditentukan oleh kumpulan
partikel zat terlarut. Penelitian terhadap sifat-sifat koligatif dipelopori
oleh Francois Marie Raoult (1830-1901) dari Perancis pada tahun 1870-an. Sifat-sifat fisika larutan yang
bergantung pada pada jumlah partikel zat
terlarut dan tidak bergantung jenis zat terlarut disebut sifat koligatif
larutan (Chang, 1998).
Penurunan tekanan
uap menurut hukum Roult, tekanan uap salah satu cairan dalam ruang di atas
larutan ideal bergantung pada fraksi mol cairan tersebut dalam larutan PA =
XA . PAo. Dari hukum Roult ternyata tekanan
uap pelarut murni lebih besar daripada tekanan uap pelarut dalam larutan. Jadi
penurunan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut
(Syukri, 1999).
Titik didih normal cairan
murni atau larutan ialah suhu pada saat tekanan uap mencapai 1 atm. Karena zat
terlarut menurunkan tekanan uap, maka suhu larutan harus dinaikkan agar ia
mendidih. Artinya, titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih
pelarut murni. Gejala ini disebut sebagai peningkatan titik didih merupakan
metode alternative untuk menaikkan massa molar (Oxtoby, 2001).
Sifat koligatif
larutan dapat dibedakan menjadai dua macam, yaitu sifat larutan nonelektrolit
dan elektrolit. Hal itu disebabkan zat terlarut dalam larutan elektrolit
bertambah jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion, sedangkan zat terlarut pada
larutan nonelektrolit jumlahnya tetap karena tidak terurai menjadi ion-ion,
sesuai dengan hal-hal tersebut maka sifat koligatif larutan nonelektrolit lebih
rendah daripada sifat koligatif larutan elektrolit. Larutan merupakan suatu
campuran yang homogen dan dapat berwujud padatan, maupun cairan. Akan tetapi
larutan yang paling umum dijumpai adalah larutan cair, dimana suatu zat
tertentu dilarutkan dalam pelarut berwujud cairan yang sesuai hingga
konsentrasi tertentu (Sastrohamidjojo, 2001).
Terdapat empat sifat yang
berhubungan dengan larutan encer, atau kira-kira pada larutan yang lebih pekat,
yang tergantung pada jumlah partikel terlarut yang ada. Keempat sifat tersebut
adalah penurunan tekanan uap, peningkatan titik didih, penurunan titik beku,
dan tekanan osmotik yang semuanya dinamakan sifat-sifat koligatif. Hal yang
menyebabkan perbedaan sifat koligatif dari larutan adalah jumlah partikel yang
dihasilkan zat terlarut (Petrucci, 1997).
Zat terlarut dalam air
(pelarut murni) akan menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi dari titik
didih air (pelarut). Terjadinya kenaikan titik didih disebabkan larutan
membutuhkan temperatur tinggi agar tekanan uapnya kembali sama dengan tekanan
uap pelarut murni. Jadi, kenaikan titik didih larutan sebanding dengan jumlah
mol zat terlarut (Prautami, 1998).
C.
Alat, Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
a. Elenmeyer
b. Penjepit
c. Waterbath
d. Termometer
e. Pengaduk
f. Timbangan
2. Bahan
a. Urea
b. Aquades
3.
Cara Kerja
a.
Menimbang 5 gr urea dengan
menggunakan timbangan.
b.
Ambil 2 elenmeyer.
c.
Elenmeyer pertama diisi air.
d.
Elenmeyer kedua isi dengan urea
yang ditambah dengan 75 ml aquades dan aduk.
e.
Ukur suhu awal keduannya
sebelum dipanaskan.
f.
Panaskan keduanya dan ukur
perubahan suhu setiap 5 menit selama 30 menit.
g.
Tentukan titik didihnya dan BM
ureanya.
D. Hasil dan Analisis
Pengamatan
1.
Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Kenaikan Titik Didih Pelarut dan
Titik Didih Larutan
Waktu (menit
|
Titik
didih larutan (OC)
|
Titik
didih pelarut (OC)
|
0
|
27
|
30
|
5
|
62
|
60
|
10
|
66
|
70
|
15
|
69
|
74
|
20
|
68
|
77
|
25
|
66
|
76
|
30
|
65
|
78
|
Sumber : Laporan Sementara
2.
Analisis Pengamatan
∆Tb = Tb Larutan – Tb Pelarut
= 65OC – 78OC
= -13OC
Kd = 0,513 grm/mlOC
|
E. Pembahasan dan Kesimpulan
1.
Pembahasan
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan
yang tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi hanya ditentukan oleh
banyaknya zat terlarut. Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh
konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri.
Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat
zat cair mendidih. Pada suhu ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan
udara di sekitarnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian
zat cair. Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1 atmosfer. Pada umumnya
titik didih larutan lebih besar dari pada titik didih pelarut, tapi pada
praktikum ini titik didih larutan lebih kecil dari pada titik didih pelarut.
Hal itu disebabkan karena tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer semakin tinggi
maka titik didih larutan semakin tinggi begitu pula sebaliknya. Perbedaan titik
didih larutan dengan titik didih pelarut murni di sebut kenaikan titik didih
yang dinyatakan dengan (ΔTb).
Zat volatile dimasukkan zat lain maka
tekanan uap pelarut menjadi lebih kecil. Karena jika dalam
cairan dimasukkan suatu zat terlarut yang tidak mudah menguap dan membentuk
suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut saja yang menguap, sedangkan
sebagian lainnya dihalangi oleh zat terlarut.
Pada
praktikum ini terjadi perubahan suhu setelah larutan dan pelarut dipanaskan
selama 30 menit. Suhu pada larutan adalah 65OC sedangkan suhu pelarut yaitu 78OC hal ini
terjadi tidak sesuai teori. Dalam teori Tb Larutan lebih besar dari Tb Pelarut tapi dalam praktikum ini yang terjadi Tb Larutan lebih kecil dari Tb
Pelarut penyebabnya adalah tekanan atmosfer.
2.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
a.
Dalam waktu 30 menit titik
didih larutan diamati tiap 5 manitnya dan hasilnya tidak selalu mengalami
kenaikan.
b.
Dalam waktu 30 menit titik
didih pelarut diamati tiap 5 manitnya dan hasilnya selalu mengalami kenaikan.
c.
Pada menit ke 30 titik didih
larutan adalah 65OC.
d.
Pada menit ke 30 titik didih
pelarut adalah 78OC.
e.
Dalam teori Tb larutan > Tb pelarut murni tapi dalam praktikum ini yang terjadi Tb larutan < Tb pelarut murni penyebabnya
adalah tekanan atmosfer. Semakin tinggi tekanan atomsfer maka semakin tinggi
juga titik didih suatu zat, begitupun sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998. www.chem.csustan.edu/chem/1102/rxent,htm. Diunduh tanggal 15 Desember 2010 pada pukul 18.00 WIB.
Chang, Raymond. 1998. Chemistry Fifth Edition. New York. McGraw-Hill.
Oxtoby, David. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta.
Erlangga.
Petrucci, H. 1997. Kimia Dasar, Prinsip, dan Terapan Modern. Jakarta. Erlangga.
Prautami, S. 1998. Kimia. Surakarta. Media Utama.
Sastrohamidjojo, 2001. Ilmu Kimia analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.
Syukri, 1999. Kimia
Untuk Universitas. Gramedia. Jakarta.
aku setiap kali belajar kimia selalu pusing, kenapa ya?
BalasHapus